Tuesday, 13 May 2025

"Saat Doa Tak Lagi Terucap Sempurna : Perjalanan ke Baitullah"

 

Dok. Bandara King Abdul Aziz KSA (Januari 2025)

Aku selalu mengingat untaian kata yang senantiasa memantik semangat dalam setiap langkahku. Untaian kata yang perlahan membangun titik-titik mimpiku—mimpi seorang manusia kecil nan lemah di hadapan Sang Khalik. Salah satu mimpi itu adalah sebuah keinginan besar untuk dapat menjejakkan kaki di Tanah Haram, pusat kiblat umat Muslim sedunia, yaitu Baitullah.

Keinginan ini mulai tumbuh dan mekar dalam hatiku sejak aku menempuh pendidikan tinggi di salah satu kampus di Yogyakarta pada tahun 2020. Semakin hari, mimpi ini kian mengakar, dan tak jarang membuat pipiku basah oleh bulir-bulir hangat air mata yang luruh tanpa terhalang dari pelupuk mata.

Dorongan yang semakin menggebu membuatku menuliskan impian ini setiap tahun sebagai salah satu tujuan pribadi kata anak zaman sekarang disebut “resolusi tahun ini”. Tulisannya sederhana, namun penuh harap: “Bismillah 2025 aku ke Baitullah, aamiin.” Tulisan itu kutempel di dalam lemari pakaian saat aku masih mondok di pesantren, sebagai pengingat dan penyemangat setiap harinya.

Aku percaya, tidak ada yang mustahil jika Allah berkehendak. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah At-Talaq ayat 3:

"Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."

(QS. At-Talaq: 3)

Dalam ayat sebelumnya (ayat 2), Allah juga berfirman:

"...Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka..."

(QS. At-Talaq: 2)

Ayat ini menjadi penguat hatiku. Bahwa saat aku terus bertawakal, Allah pasti akan memberi jalan, bahkan dari arah yang tak pernah kuduga. Maka, aku titipkan mimpi ini dalam setiap sujud, dalam doa-doa malam, dan dalam setiap usaha yang kutapaki, yakin bahwa Allah akan mempertemukan aku dengan rumah-Nya di waktu yang terbaik.

Hari-hari terus berlalu, dan diri ini semakin bersemangat dalam berdoa agar Yang Maha Esa mengizinkan untuk dapat mengunjungi serta beribadah di rumah-Nya. Doa-doa itu tak pernah absen, selalu dipanjatkan setiap selesai shalat fardhu maupun sunnah. Setiap kali mata ini memandang gambar Ka'bah yang tergantung di dinding aula pesantren, terutama saat rutinan shalawat malam Jumat, kerinduan itu semakin membuncah—kerinduan yang begitu dalam untuk bisa segera hadir di sana, atas izin-Nya.

Waktu terus berjalan. Tahun 2021 terlewati, lalu tahun 2022, dan kemudian tahun 2023 pun berlalu. Memasuki tahun 2024, keraguan mulai menyelinap dalam hati. Pertanyaan-pertanyaan kecil muncul: "Apakah benar doa ini bisa terlaksana?" Aku baru saja lulus dari pendidikan tinggi, belum memiliki pekerjaan tetap, dan tabungan pun masih sangat terbatas. Mungkinkah benar aku bisa beribadah ke Baitullah?

Keinginan itu sempat terasa memudar, terutama ketika aku menyadari bahwa target awal untuk berangkat ke Baitullah pada tahun 2025 tampak begitu jauh dari kemungkinan. Namun, di dalam hati kecil ini, keyakinan tetap tertanam bahwa suatu saat, jika Allah berkehendak, aku pasti akan sampai ke sana.

Hingga suatu hari, ketika doa-doa mulai terasa seadanya dan fokus hati mulai terbagi kepada banyak hal lain, Allah SWT—Dzat yang Maha Baik—memberikan kejutan yang tak pernah kusangka. Di penghujung tahun 2024, datang kabar yang membuatku terdiam penuh haru: aku akan berangkat umrah pada Januari 2025.

Rasanya seperti mimpi. Keinginan yang sebelumnya terasa mustahil untuk terwujud dalam waktu dekat, kini justru dikabulkan dengan begitu mudah oleh-Nya. Subhanallah. Diri yang hina ini benar-benar meyakini kebesaran-Nya. Diri yang penuh dosa ini tak kuasa menahan air mata yang terus menetes, mengingat betapa besar kasih sayang-Nya.

Friday, 26 April 2024

Menilik Kisah Perjalanan Panjang Pendidikan di Indonesia Tanah Air Tercinta

ditulis oleh. Aulawi Nulad Utami

sumber: suarapemerintah.id

sumber: pendidikandulu

Penjajahan Belanda di tanah Indonesia sudah sangat lama, banyak aspek bidang kehidupan yang terbatasi kebebasanya secara paksa oleh bangsa kolonial tersebut mulai dari religi, pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, politik dan berbagai bidang hidup lainnya. Pada nyatanya semua bidang sangat penting bagi perkembangan bangsa Indonesia terutama bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk perkembangan suatu bangsa guna menciptakan sumber daya manusia (SDM) yaitu generasi penerus bangsa yang berkualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, cerdas, dan berkarakter merupakan prasyarat terbentuknya peradaban yang tinggi pada suatu bangsa (Nurfadhillah dkk, 2022:1622).

Pada kenyataanya pendidikan formal pada masa kolonial hanya dinikmati oleh segelintir pihak saja atau terjadi deskriminasi pendidikan saat itu. Pendidikan formal diperbolehkan dilaksanakan di negeri jajahan dimulai pada abad ke-19. Pendidikan kala ini bertujuan untuk menguntungkan bangsa penjajah yaitu terciptanya tenaga kerja berpendidikan rendah yang berupah murah untuk membantu memenuhi lapangan kerja pemerintah kolonial agar menguntungkan bangsa penjajah. Pada masa ini akhirnya memunculkan juga tokoh-tokoh berpendidikan bagi bangsa Indonesia yang mengkritisi sistem penjajahan dan deskriminasi pendidikan yang dilakukan pihak pemerintah Belanda.

Pada tahun 25 Desember 1912 berdirilah Indische Partji (IP) diprakarsai oleh tiga serangkai yaitu Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Ernest Douwes Dekker yang mengemukakan gagasan terkenalnya untuk mengkritik pemerintahan Belanda yaitu politik etis yang  berisi sindiran kepada pemerintah Belanda karena telah memeras rakyat jajahan secara lahir dan batin tanpa memberikan belas budi apapun (Mulyono, 1968:99). Hingga lahirlah sedikit kesadaran pemerintah Belanda untuk membalas budi salah satunya melalui pendidikan. Namun tidak disangka, program ini malah membuka mata orang-orang pribumi akan nasionalisme.

Lalu dimulailah sistem pendidikan formal di Indonesia yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat dimulai dengan didirikanya organisasi Taman Siswa yang bergerak pada bidang pendidikan sebelum kemerdekaan pada tanggal 3 Juli 1922 di Jogja dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara (Wiryopranoto dkk, 2017:32). Hingga kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Ahustus 1945 menjadi gerbang pengantar kebebasan bangsa dari penjajahan pemerintah Belanda. Sistem pendidikanpun semakin baik dalam artian pendidikan formal sudah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa adanya deskriminasi dalam penerapanya. Perjuangan pendidikan setelah kemerdekaan belumlah selesai yang mana pedidikan haruslah mampu menjadi wadah pencerdas dan pelestarian kebudayaan bangsa agar bangsa Indonesia tidak lupa akan jati diri bangsa.

Hal ini disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara dengan tegas pada saat pidato terbuka tahun 1956 bahwa  menyatukan tiga yang saling berkaitan, yaitu: 1. Perjuangan kemerdekaan nasional, 2. Perjuangan pendidikan dan 3. Pejuang kebudayaan, menjadi satu  “tritunggal”. Pendidikan menjadi pagar bagi bangsa untuk terus berkembang setelah kemerdekaan dan bertahan dari berbagai kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia yang merupakan dampak dari globalisasi yang sudah ada sejak dahulu. Pedidikan diharapkan dapat menjadi tempat  bertumbuh suburnya segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan. Artinya berbagai unsur peradaban dan kebudayaan dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya yang tetap dapat diteruskan kepada anak cucu atau generasi penerus bangsa mendatang.

Kesimpulannya berbagai perjuangan panjang dalam pendidikan saat sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan belumlah berakhir dengan berbagai tantangan di dalamnya. Namun yang paling penting yaitu menciptakan pendidikan yang mampu menjadi benteng pertahanan kelestarian akan  kebudayaan. Kebudayaan yang tidak boleh dilupakan karena merupakan jati diri bangsa dengan sadar akan jati diri bangsa maka generasi penerus bangsa tidak akan lupa dengan tujuan dari bangsa Indonesia kedepanya.

 

Daftar Pustaka

Mulyono, S. (1968). Nasionalisme SebagaiModal Perjuangan Bangsa Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.

Nurfadhillah dkk. (2022). AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal. Implementasi TV Sekolah Meningkatkan Motivasi Belajar  Anak Usia Dini. Hal.1622

Wiryopranoto, S. dkk, (2017). Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Kemendikbud


PPG Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2023 Universitas Negeri Jakarta

Filosofi Pendidikan Indonesia "Identitas Manusia Indonesia" (youtube)

Wednesday, 29 August 2018

Untukmu yang Ingin Terjun Mendalami Ilmu Ekonomi - Resensi Buku “Dasar-Dasar Ekonomika”




Judul                  : Dasar-Dasar Ekonomika
Pengarang          : 1. Dr. Drs. Sugiharsono,M.Si
                            2. Daru Wahyuni, S.E, M.Si
Penerbit              : Fakultas Ekonomi , Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
Tahun Terbit      : 2017
Harga                : Rp 25.000,00

Buku “Dasar-Dasar Ekonomika” ini ditulis dengan sangat baik oleh penulis-penulis yang profesional di bidangnya. Drs. Dr. Sugiharsono merupkan Dekan FE UNY (2018) berkolaborasi dengan Daru Wahyuni, S.E, M.Sc yang juga seorang staf pengajar (dosen) di FE UNY. Mereka menghasilkan sebuah buku non-fiksi yang mudah diterima oleh masyarakat terutama mahasiswa Fakultas Ekonomi.

Berisi materi dasar ekonomi yang membahas pentingnya ilmu ekonomi, konsep-konsep ekonomi, serta kegiatan dan prilaku para pelaku ekonomi. Disajikan dalam 14 bab utama, yaitu : Masalah Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, Kegiatan Ekonomi, Konsumsi, Produksi, Distribusi, Permintaan dan Penawaran, Biaya Produksi  dan Laba/Rugi Usaha, Pasar Faktor Produksi, Produk dan Pendapatan Nasional, Perdagangan Internasional, serta Kebijakan Ekonomi.

Ditulis dengan bahasa yang sederhana sehingga pembaca mudah untuk memahami  dan menelaah buku tersebut baik yang telah lama berkecimpung di bidang ekonomi atau seorang pemula yang baru di dalam bidang tersebut. Dilengkapi dengan berbagai gambar, grafik, dan tabel pada materi sehingga memperdalam kajian dalam buku tersebut. Disisipkan pula kolom/halaman tertentu berisi artikel/topic terkini mengenai suatu issu dan wawasan baru yang dapat menambah kajian pemahaman  lebih lanjut untuk pembaca. Disetiap akhir materi disiapkan latihan soal agar pembaca mengetahui seberapa paham ia terhadap materi yang dibacanya.
Buku ini akan lebih menarik apabila di bagian-bagian tertentu di kombinasikan dengan warna agar pembaca semakin mudah dalam menelaah dan memahami buku. Dan pembahasan yang lebih dalam pada beberapa materi yang ada dapat memantapkan kelengkapan buku ini.

Dengan adanya buku ini pengarang berharap agar pembaca dapat memahami materi dasar-dasar ilmu ekonomi guna melanjutkan pembelajaran ke tahap selanjutnya dan berprilaku lebih rasional. Buku ini sangat dianjurkan untuk mahasiswa yang akan mempelajar dan memperdalam bidang ilmu ekonomi.

Sekian resensi mengenai Buku Dasar-Dasar Ekonomika, saya ucapkan terimakasih telah berkunjung ke blog saya ;D.







Wednesday, 6 September 2017

Menjemput Cahaya Hidayah

Di Pondok Pesantern Hingga Menghafal Untaian Ayat-Ayat Indah-Nya


Seringkali kita dengar orang berkata tentang hidayah, hidayah selalu diakaitkan dengan sesuatu yang baik atau suatu cara yang dilalui mengubah hal buruk menjadi hal baik. Tapi apa sebenarnya arti hidayah mungkin kesadarankah, mungkin rasa penyesalankah, mungkin sesuatu yang dapat membuat kita lebih baik kah, atau sesuatu yang sungguh sangat berarti dalam hidup ketika kita mendapatkanya. Tapi yang jelas dari kesemua itu hidayah adalah sesuatu yang dapat mengubah pandangan dan hidup kita 360®.
Banyak versi cerita mengenai hidayah, banyak sekali di dunia ini orang-orang yag terlahir kembali dari cahaya hidayah , banyak tokoh islam yang terlahir kembali dari cahaya hidaya seperti Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Ikrimah, Shafyan bin Umayah, Muawiyah, Suhail bin Amr dll.
Berbicara mengenai hidayah kebanyakan orang berkata  “nanti dulu aku berubahnya , aku menunggu hidayah datang” yang lain berkata “hidayah belum datang kepadaku jadi aku belum mau berubah”, atau ada lagi tidak ah, aku tidak mau berubah toh aku nyaman dengan keadaan ini, hatiku belum terketuk hidayah.”
Mereka orang-orang yang menganggap bahwa hidayah itu ditunggu. Jujur aku dulu juga begitu aku kira bahkan aku sering berfikir bahwa hidayah itu akan datag senidri. Tapi ternyata itu semua salah besar hidayah bukanlah sesuatu yang akan datang sendiri , tapi ia akan datang jika kita mencarinya. Jika kita menjemputnya.
Singkat cerita dulu aku adalah seseorang yang sungguh sangat pesimis sunggah sangat mudah menyerah, saat itu kira-kira 5 tahun yang lalu kalau tidak salah aku bersama kakak laki-lakiku sedang berpergian (ceritanya lagi lebaran nih) dengan berkendara sepeda motor. Kemudia kakak ku tiba-tiba berceletuk “ Dek, mau gak kita balapan menghafal Al-Quran? Mau gak?” ujar kakak. Lalu aku membalas “Ngapain mas, males ah, susah, kan Al-Qur’an nya masih ada tinggal beli di pasar.” Balasku dengan cueknya. Lalu kakaku berkata lagi “Kok gitu balesanya, banyak manfaatnya loh berani gak juz 30 aja, nanti setiap mamas pulang kita uji coba.” Ujarnya. Kemudian aku membalas lagi “gak ah mas, tunggu hati ku terketuk oleh pintu hidayah dulu. Nanti, kalo belum terketuk hidayah biar anak-anak aku aja yang menghafal Al-Qur’an.” Balasku. Kakaku menimpali lagi “Huuu dasar! Kalo ibunya aja gak mau apa lagi anak-anaknya.” Timpal kakaku dengan sedikit bercanda.  –cerita 1-
Lalu pernah suatu kali aku mendengar temanku mengajak adik-adik TPA menghafalkan surah An-Naba (saat itu aku berfikir kalau surah An Naba itu kan panjang 40 ayat) ini kira-kira 4 tahun yang lalu. Lalu aku melihat mereka setoran hafalan ke temanku yag mengajak menghafal surah An-Naba. Lalu aku berkata kepada temanku yang lain “dasar aneh ya ngapain susah-susah di hafalin kan panjang buang-buang waktu aja, kan masih ada AL-Qur’an bisa di baca.” (Asrtangfirullah, L maaf ya reders ini pemikiran aku waktu masih masa-masa jahiliah) –singkat cerita-
Tapi ternyata saat aku kelas 1 SMA, Allah Swt berkehendak lain denganku dari situlah sepertinya aku mulai ditunjukkan jalan untuk menjemput hidayah, perlahan tapi pasti kaki ini, tangan ini, mata ini semua anggota tubuhkau tak kuasa menolak pesona Al-Qur’an. Saat pertama kali aku nyantri di Pesantren yang berjalur menghafal Al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an) memang benar-benar keinginanku senidri aku hanya ingin mondok/nyantri saja bukan untuk menghafalkan Al-Qur’an. Aku menyadari berbagai kesalahanku, berbagai kebodohanku, berbagai kebutaanku, dan aku teringan betapa banyak dosa-dosaku. Sungguh saat itu higga sekarang betapa indahnya cahaya agama Allah Swt yang menyadarkanku. Perlahan tapi pasti aku mulai tertarik pada menghafal Al-Qur’an, aku salut melihat mereka (teman-temanku sepondokan) bekerja keras mati-matian tanpa menganal lelah berdekatan dengan Al-Qur’an.
Tak jarang aku melihat mereka menangis karena tidak hafal-hafal, mereka menangis karena malu setoran tidak lancar menghafal, malu karena murajaah (mengulang hafalan) juga tidak lancar, menagis karena apa yang mereka hafalkan telah hilang dan butuh waktu lama untuk mengingatnya kembali. Meraka seringkali menangis berulang-berulang kembali tapi mereka tak pernah menyerah. Sedetikpun, semeneitpun, setiap hembusan nafas mereka, mereka tak pernah menyerah. Sungguh Allah Swt maha mendengar, maha segalanya, maha besar Allah Swt.
Dari situlah kau juga tertarik aku juga ingin melakukan apa yang mereka lakukan walaupun aku sangat buruk dalam menghafalkanya, tapi niatku yang kuat ini akan aku selalu jadikan motivasi bahwa semua manusia sama yang membedakan adalah kuatnya niat. Karena aku tahu betapa istimewanya mereka yang dapat menghafal,memahami, dan  mengamalkan apa yang ada di dalam Al-Qur’an. Buktinya sedikit sekali orang-orang yang melakukanya mungkin jika di sekolahku 900:50. Jadi yang menghafalkan mungkin 50 orang atau dapat kurang di sekolah-sekolah umum (SMA) seperti sekolah ku.
Dari situlah aku sadar bahwa hidayah bukan ditunggu tapi di jemput, siapa yang dapat menjemputnya ya diri kita sendiri, diri kitalah yang dapat melakukanya. Sama hal nya dengan keinginanuntuk berubah jika kita tidak merubah tingkah laku kita, apa yang kita perbuat, apa yang kita ucapkan maka kita tidak akan pernah berubah. Itu juga dengan hidayah. Allah Swt telah menentukan jalan hidayah tapi kita yang memilih apakah kita akan berjalan di rel hidayah itu untuk menjemputnya atau kita malah akan menyimpang dan mebuarkan jalan yang disediakan itu benghilang begitu saja, karena kesempatan tak datang dua kali. Tapi ingatlah bahwa cahaya hidayah itu selalu ada, tapi yang dapat menjemputnya hanyalah diri kita sendiri.
Jadi marilah kita sama-sama melakukan perubahan untuk menjemput hidayah itu dan tetap istiqamah di dalamnya. Karena saya juga mengakui bahwa saya bukanlah orang yang sempurna dan masih banyak terdapat beribu kesalahan yang tak terhitung jumlahnya, marilah kita saling mengingatkan, memotivasi, dan saling mendoakan.
Semoga tulisan ini dapat sedikit bermanfaat. Maaf jika terdapat banyak kesalahan atau banyak perkataan saya yang menyinggung, itu semua bukanlah keinginan atau kesengajaan diri saya dan hanya Allah Swt yang Maha Sempurna. Terimakasih telah berkunjung. JJJ
 

Sunday, 18 September 2016

Cerbung “BUKAN SAKIT, TETAPI KARENA ALLAH SAYANG PADAKU”



Goresan Tangan_Assalamuallaikum..wr..wb.
 
Ya Allah, jika memang engkau memberikanku sakit ini padaku hanya berharap semoga engkau semakin saying kepada ku.
-Didit-
Hiks..hiks..hiks… aduh sakit banget semua badan Didit Ya Allah, kenapa bias sakit kayak gini Didit takut Ya Allah. Gak ada siapa-siapa di samping Didit Umi sama Abi di rumah Didit di sini di pondok sendiri, Cuma di temani sama teman-teman sama ustad sama ustadzah sama sahabat Didit itu Gus Ali. Tapi Gus Ali sekarang juga lagi kayak didit lagi kena bentiol-bentol merah dimana-mana di badanya di seluruh badannya. Didit sendiri lagi sekarang Cuma tiduran di kasur nahan sakit karena bentol-bentol merah ini, Didit juga gak tahu kenapa Didit bias ketularan bentol-bentol ini. Didit juga gak tahu apa namanya, tapi tadi Ustadzah bilang ke Didit kalo ini namanya cacar, kenapa cacar mau sama Didit kenapa? apa karena Didit gak mau makan sayur? Tapikan Didit dah mandi setiap hari barega-bareng sama Gus Ali sama temen-temen lainya. Terus kenapa? Apa karena Didit suka jahilin teman-teman yang lain bareng Gus Ali, apa karena itu ya mungkin iya soalnya Gus Ali juga kena cacar kayak Didit.
Berarti bener karena Didit nakal dan Gus Ali nakal. Ya cacar tolong pergi dari Didit sekarang! Didit gak suka sama cacar, cacar jahat! Cacar buat badan Didit sakit, Didit pingin nangis terus kepala Didit juga pusing banget , tadu ustadzah dah dating trus kasih obat ke Didit tapi Didit bilang Didit mau pulang aja ke rumah Umi. Hiks..hiks..hiks.. Allah maafin didit kalo dididt nangis Didit sakit ya Allah.
Sekarang Didit cuma bisa selimutan di kasur, trus ustadzah datang dan bilang ke Didit, kalo nanti ada Mb Ina yang akan jemput Didit. Didit seneng banget tapi rasa seneng itu kalah sama rasa sakit yang Didit rasain.
Didit kira rasa sakit ini bias kalah sama rasa seneng atau rasa sedih yang didit rasain tapi semakin Didit nangis kok rasanya malah tambah sakit ya. Apa Allah suka kalo Didit sakit, trus Didit harus gimana Ya Allah, maafin Didit?
Umi kenapa Allah jahat sama Didit, Umi kenapa Allah gak sayang lagi sama Didit, Didit punya banyak salah ya Umi? Umi kenapa?. Bisa gak sih Umi tolong bilangin ke Allah Didit gak mau sakit didit juga gak mau kayak gini, gak mau punya bentol-bentol merah rasanya itu ga enak Ya Allah. Apa yang Didit harus lakuin Ya Allah? Umi boleh kan kalo didit nyalahin Allah apa didit boleh nyalahin Allah?
Hiks..hiks..hiks… Didit cape Ya Allah bolehkan kalo Didit tidur… bolehkan kalo Didit berharap habis tidur ini sakit Didit berkuang, Didit janji ya Allah kalo nanti sakit di bentol-bentol ini berkurang Didit janji gak mau nakal lagi.
Bersambung…
 _wassalamuallaikum..wr..wb :-)_