ditulis oleh. Aulawi Nulad Utami
Penjajahan Belanda di tanah
Indonesia sudah sangat lama, banyak aspek bidang kehidupan yang terbatasi
kebebasanya secara paksa oleh bangsa kolonial tersebut mulai dari religi,
pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, politik dan berbagai bidang hidup lainnya.
Pada nyatanya semua bidang sangat penting bagi perkembangan bangsa Indonesia
terutama bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk
perkembangan suatu bangsa guna menciptakan sumber daya manusia (SDM) yaitu
generasi penerus bangsa yang berkualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas, cerdas, dan berkarakter merupakan prasyarat terbentuknya peradaban
yang tinggi pada suatu bangsa (Nurfadhillah dkk, 2022:1622).
Pada kenyataanya pendidikan formal
pada masa kolonial hanya dinikmati oleh segelintir pihak saja atau terjadi
deskriminasi pendidikan saat itu. Pendidikan formal diperbolehkan dilaksanakan
di negeri jajahan dimulai pada abad ke-19. Pendidikan kala ini bertujuan untuk
menguntungkan bangsa penjajah yaitu terciptanya tenaga kerja berpendidikan
rendah yang berupah murah untuk membantu memenuhi lapangan kerja pemerintah kolonial
agar menguntungkan bangsa penjajah. Pada masa ini akhirnya memunculkan juga
tokoh-tokoh berpendidikan bagi bangsa Indonesia yang mengkritisi sistem
penjajahan dan deskriminasi pendidikan yang dilakukan pihak pemerintah Belanda.
Pada tahun 25 Desember 1912
berdirilah Indische Partji (IP) diprakarsai oleh tiga serangkai yaitu Ki
Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Ernest Douwes Dekker yang mengemukakan
gagasan terkenalnya untuk mengkritik pemerintahan Belanda yaitu politik etis
yang berisi sindiran kepada pemerintah
Belanda karena telah memeras rakyat jajahan secara lahir dan batin tanpa
memberikan belas budi apapun (Mulyono, 1968:99). Hingga lahirlah sedikit
kesadaran pemerintah Belanda untuk membalas budi salah satunya melalui
pendidikan. Namun tidak disangka, program ini malah membuka mata orang-orang
pribumi akan nasionalisme.
Lalu dimulailah sistem pendidikan
formal di Indonesia yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat dimulai dengan
didirikanya organisasi Taman Siswa yang bergerak pada bidang pendidikan sebelum
kemerdekaan pada tanggal 3 Juli 1922 di Jogja dipelopori oleh Ki Hajar
Dewantara (Wiryopranoto dkk, 2017:32). Hingga kemerdekaan bangsa Indonesia 17
Ahustus 1945 menjadi gerbang pengantar kebebasan bangsa dari penjajahan
pemerintah Belanda. Sistem pendidikanpun semakin baik dalam artian pendidikan
formal sudah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa adanya
deskriminasi dalam penerapanya. Perjuangan pendidikan setelah kemerdekaan
belumlah selesai yang mana pedidikan haruslah mampu menjadi wadah pencerdas dan
pelestarian kebudayaan bangsa agar bangsa Indonesia tidak lupa akan jati diri
bangsa.
Hal ini disampaikan oleh Ki Hajar
Dewantara dengan tegas pada saat pidato terbuka tahun 1956 bahwa menyatukan tiga yang saling berkaitan, yaitu:
1. Perjuangan kemerdekaan nasional, 2. Perjuangan pendidikan dan 3. Pejuang
kebudayaan, menjadi satu “tritunggal”.
Pendidikan menjadi pagar bagi bangsa untuk terus berkembang setelah kemerdekaan
dan bertahan dari berbagai kebudayaan luar yang masuk ke Indonesia yang
merupakan dampak dari globalisasi yang sudah ada sejak dahulu. Pedidikan
diharapkan dapat menjadi tempat bertumbuh suburnya segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam
masyarakat kebangsaan. Artinya berbagai unsur peradaban dan kebudayaan dapat
tumbuh dengan sebaik-baiknya yang tetap dapat diteruskan kepada anak cucu atau
generasi penerus bangsa mendatang.
Kesimpulannya berbagai perjuangan
panjang dalam pendidikan saat sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan
belumlah berakhir dengan berbagai tantangan di dalamnya. Namun yang paling
penting yaitu menciptakan pendidikan yang mampu menjadi benteng pertahanan
kelestarian akan kebudayaan. Kebudayaan
yang tidak boleh dilupakan karena merupakan jati diri bangsa dengan sadar akan
jati diri bangsa maka generasi penerus bangsa tidak akan lupa dengan tujuan
dari bangsa Indonesia kedepanya.
Daftar Pustaka
Mulyono, S. (1968). Nasionalisme SebagaiModal Perjuangan Bangsa
Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.
Nurfadhillah dkk. (2022). AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal.
Implementasi TV Sekolah Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Usia Dini. Hal.1622
Wiryopranoto, S. dkk, (2017). Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Kemendikbud
Filosofi Pendidikan Indonesia "Identitas Manusia Indonesia" (youtube)